Sabtu, 05 Januari 2019

Contoh Makalah Psikologi Pendidikan yang Benar



Contoh Makalah Psikologi Pendidikan

BAB I
PENDAHULUAN


1.1  Latar Belakang
Pemilihan model pembelajaran yang tepat merupakan salah satu faktor penentu efesiensi dan keberhasilan belajar siswa. Siswa yang pintar dan memiliki kemampuan kognitif yang lebih tinggi dari teman-temannya, terkadang menacapai hasil yang sama dengan teman-temannya yang lain. Sebaliknya, seorang siswa yang hanya memiliki kemampuan kognitif  rata-rata atau sedang terkadang mampu mencapai hasil yang maksimal dan mencapai puncak prestasi lantaran menggunakan model pembelajaran yang efektif dan efisien.
Pembelajaran adalah sebuah seni dalam memberikan pengajaran dan pendidikan kepada peserta didik. Pembelajar yang baik adalah yang memiliki konsep pola dan desain yang tepat dengan karakter kelas yang akan diajarkan. Karena pembelajaran akan lebih efektif  bila pola atau model yang digunakan sesuai dengan kondisi, potensi, serta karakter peserta didik.
Model pembelajaran merupakan konsep atau pola yang dirancang oleh guru dalam pembelajaran yang disesuaikan kondisi, potensi, dan karakter peserta didik yang berbeda-beda. Pemilihan model pembelajaran yang tepat akan menghasilkan pola pembelajaran yang tepat. Model pembelajaran yang baik akan menghasilkan pencapaian hasil belajar yang optimal dan memuaskan.
Model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran berkelompok sehingga memberi keuntungan dalam mengajarkan kepada peserta didik tentang arti kerja sama, saling menghormati, sikap demokratis, dan toleran dalam situasi belajar. Hal itu yang menjadikan model pembelajaran ini perlu dikaji secara mendalam dalam sebuah kajian psikologi pendidikan.
Pemahaman guru tentang model pembelajaran kooperatif sangatlah penting, sehingga guru mampu menghasilakan pembelajaran yang efektif sesuai dengan perkembangan dan psikologi belajar pada anak. Namun faktanya banyak guru yang kurang memahami hakikat  model pembelajaran tersebut secara komprehensif sebagai model pembelajaran yang memberi pengaruh terhadap psikologi belajar siswa. Hal itulah yang melatarbelakangi penulis untuk memaparkan hasil kajian psikologi yang berjudul  Model Pembelajaran Kooperatif  dan Pengaruh Psikologis Pada Siswa Dalam Proses Belajar Dalam Kajian Psikologi.
1.2  Rumusan Masalah
1.      Bagaimanakah pembelajaran kooperatif  bila dikaji dengan teori psikologi?
2.      Bagaiamanakah  pengaruh pembelajaran kooperatif  terhadap psikologis belajar siswa dari sudut pandang teori psikologi pendidikan?
1.3  Tujuan Penelitian
1.      Untuk mengetahui makna pembelajaran kooperatif bila dikaji dengan teori psikologi.
2.      Untuk mengetahui pengaruh pembelajaran kooperatif terhadap psikologis siswa dari sudut pandang teori psikologi pendidikan?










BAB II
 Model Pembelajaran Kooperatif  dan Pengaruh Psikologis Pada Siswa Dalam Proses Belajar Dalam Kajian Psikologi.

2.1.  Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Belajar  
Dalam proses belajar ada kalanya gagal dan ada kalanya menghasilkan hasil yang memuaskan, dan semua itu tidak terlepas dari berbagai pengaruh yang mempengaruhi proses belajar pada siswa sehingga hasilnya tidak optimal. Dalam hal ini, seorang guru yang kompeten diharapkan mampu mengantisipasi kemungkinan munculnya kelompok siswa yang menunjukan gejala kegagalan dengan berusaha mengetahui dan mengatasi faktor yang menghambat proses belajar mereka.
Secara umum, Muhibin Syah (1999: 130) menjelaskan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa dapat kita bedakan menjadi tiga macam, yakni:
1.      faktor internal (faktor dari dalam siswa), yakni keadaan/ kondisi jasmani dan rohani siswa;
2.      faktor eksternal (faktor dari luar siswa), yakni kondisi lingkungan di sekitar siswa;
3.      faktor pendekatan belajar siswa (approach to learning), yakni jenis upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan pembelajaran materi-materi pelajaran.
1.      Faktor Internal
Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri siswa yang meliputi dua aspek, yaitu aspek fisiologis (aspek jasmaniah) dan aspek psikologis (aspek rohaniah).
 Faktor-faktor fisiologis adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik individu. Faktor-faktor ini dibedakan menjadi dua macam. Pertama, keadaan tonus jasmani. Keadaan tonus jasmani pada umumnya sangat memengaruhi aktivitas belajar seseorang. Kondisi fisik yang sehat dan bugar akan memberikan pengaruh positif terha­dap kegiatan belajar individu. Sebaliknya, kondisi fisik yang lemah atau sakit akan menghambat tercapainya hasil belajar yang maksimal. Oleh karena keadaan tonus jasmani sangat memengaruhi proses belajar, maka perlu ada usaha untuk menjaga kesehatan jasmani.
Kedua, keadaan fungsi jasmani/fisiologis. Selama proses belajar berlangsung, peran fungsi fisiologi pada tubuh manusia sangat memengaruhi hasil belajar, terutama pancaindra. Pancaindra yang berfungsi dengan baik akan mempermudah aktivitas belajar dengan baik pula. Dalam proses belajar, pancaindra merupakan pintu masuk bagi segala informasi yang diterima dan ditangkap oleh manusia, sehingga manusia dapat mengenal dunia luar. Pancaindra yang memiliki peran besar dalam aktivitas belajar adalah mata dan telinga. Oleh karena itu, baik guru maupun siswa perlu menjaga pancaindra dengan baik, baik secara preventif maupun yang,bersifat kuratif, dengan menyediakan sarana belajar yang memenuhi persyaratan, memeriksakan kesehat­an fungsi mata dan telinga secara periodik, mengonsumsi makanan yang bergizi, dan lain sebagainya.
2.      Faktor Eksternal
Faktor eksternal siswa juga terdiri atas dua macam, yakni faktor lingkungan sosial dan faktor lingkungan nonsosial.
a.       Faktor Lingkungan Sosial, yakni faktor yang berhubungan dengan lingkungan masyarakat di mana terjadinya interaksi sosial.
·         Lingkungan sosial keluarga.
Lingkungan ini sangat memengaruhi kegiatan belajar. Ketegangan keluarga, sifat-sifat orangtua, demografi keluarga (letak rumah), pengelolaan keluarga, semuanya dapat memberi dampak terhadap aktivitas belajar siswa. Hubungan antara anggota keluarga, orangtua, anak, kakak, atau adik yang harmonis akan membantu siswa melakukan aktivitas belajar dengan baik.
·         Lingkungan sosial sekolah
Seperti guru, administrasi, dan teman-teman sekelas dapat memengaruhi proses belajar seorang siswa. Hubungan yang harmonis antara ketiganya dapat menjadi motivasi bagi siswa untuk belajar lebih baik di sekolah. maka para pendidik, orangtua, dan guru perlu memerhatikan dan memahami bakat yang dimili­ki oleh anaknya atau peserta didiknya, antara lain dengan mendukung, ikut mengembangkan, dan tidak memaksa anak untuk memilih jurusan yang tidak sesuai dengan bakat­nya.
·         Lingkungan sosial masyarakat.
Kondisi lingkungan masya­rakat tempat tinggal siswa akan memengaruhi belajar siswa. Lingkungan siswa yang kumuh, banyak pengang­guran dan anak telantar juga dapat memengaruhi aktivitas belajar siswa, paling tidak siswa kesulitan ketika memer­lukan teman belajar, diskusi, atau meminjam alat-alat belajar yang kebetulan belum dimilikinya.
b.      Lingkungan Non-Sosial
   Faktor-faktor yang termasuk lingkung­an nonsosial adalah:
·         Lingkungan alamiah
Seperti kondisi udara yang segar, tidak panas dan tidak dingin, sinar yang tidak terlalu silau/kuat, atau tidak terlalu lemah/gelap, suasana yang sejuk dan tenang. Lingkungan alamiah tersebut merupa­kan faktor-faktor yang dapat memengaruhi aktivitas belajar siswa. Sebaliknya, bila kondisi lingkungan alam tidak mendukung, proses belajar siswa akan terhambat.
·         Faktor instrumental, yaitu perangkat belajar yang dapat digolongkan dua macam. Pertama, hardware, seperti gedung sekolah, alat-alat belajar, fasilitas belajar, lapang­an olahraga. Contohnya, letak sekolah atau tempat belajar harus memenuhi syarat-syarat seperti di tempat yang tidak terlalu dekat kepada kebisingan atau jalan ramai, lalu bangunan itu harus memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan. Kedua, software, seperti kurikulum sekolah, peraturan-peraturan sekolah, buku panduan, silabi, dan lain sebagainya.
·         Faktor materi pelajaran (yang diajarkan ke siswa).
Faktor ini hendaknya disesuaikan dengan usia perkembang­an siswa, begitu juga dengan metode mengajar guru, disesuaikan dengan kondisi perkembangan siswa. Karena itu, agar guru dapat memberikan kontribusi yang positif terhadap aktivitas belajar siswa, maka guru harus mengua­sai materi pelajaran dan berbagai metode mengajar yang dapat diterapkan sesuai dengan kondisi siswa.
3.      Faktor Pendekatan Belajar
Ada tiga faktor yang dapat mempengaruhi psikologis cara belajar anak, yaitu faktor Internal siswa, eksternal, dan faktor pendekatan belajar. Faktor pendekatan belajar merupakan faktor yang bisa kita usahakan dalam sebuah proses pembelajaran. Karena hanya melalui faktor ini eksistensi guru terhadap pendidikan dan pembelajaran anak bisa dengan jelas terlihat. Muhibin syah (1999:130) menjelaskan bahwa faktor pendekatan belajar siswa (approach to learning), yakni jenis upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan pembelajaran materi-materi pelajaran.
Faktor pembelajaran merupakan upaya belajar siswa yang bisa meliputi strategi, teknik, metode, dan model pembelajaran tertentu yang dipilih untuk mempermudah memahami dan mengusai kopetensi dan materi pembelajaran.
Menurut Ahmadi, dkk. (2011:17) bahwa faktor  pendekatan belajar adalah cara yang digunakan atau strategi yang digunakan untuk menunjang efektifitas dan efesiensi belajar atau dapat didefinisikan sebagai perangkat operasional yang direkayasa sedemikian rupa untuk mencapai tujuan belajar.
Pendekatan belajar atau lebih dikenal dengan istilah model, metode, strategi, atau model pembelajaran adalah perangkat operasional yang mampu direkayasa oleh guru untuk mengefektifkan pembelajaran, sehingga tujuan belajar tercapai sesuai dengan yang diharapkan.
     Menurut Sardiman AM (Ahmadi, dkk.,2011:17) faktor yang mempengaruhi belajar siswa dikelompokkan menjadi 2, yaitu: 1. faktor dari dalam subjek belajar; 2. faktor dari luar subjek belajar. Faktor dari luar subjek belajar salah satunya adalah pendekatan belajar sebagai cara belajar siswa dalam mempelajari materi pembelajaran. Sehingga faktor ini dianggap penting dan mesti diperhatikan guru, guna menjadikan siswa mudah memahami materi dan mampu mencapai tujuan yang ingin dicapai.
2.2.  Konsep Dasar Model Pembelajaran 
Pembelajaran pada awalnya disebut dengan istilah mengajar. Menurut Woolfolk (Sukartawi,1995:32) mengajar itu adalah seni, ilmu pengetahuan dan sekaligus juga suatu pekerjaan yang memerlukan waktu yang banyak. Mengajar dikatakan “seni” (art), karena mengajar itu membutuhkan inspirasi, intuisi, bakat dan kreativitas.
Mengajar dikatakan pula sebagai “ilmu pengetahuan” (science), karena dalam mengajar itu diperlukan penguasaan terhadap ilmu pengetahuan (bahan ajar) yang diberikan dan juga penguasaan terhadap keterampilan di dalam memberikan bahan ajar tersebut.
Seiring dengan kemajuan zaman yang terus berkembang dari hari ke harinya, ternyata dunia pendidikan juga mengikuti arus perkembangan zaman itu. Salah satu perkembangan itu ditunjukkan dengan dihadirkannya banyak model-model pembelajaran yang biasa diterapkan saat ini. Seorang pengajar memerlukan keahlian dalam memilih dan melaksanakan cara mengajar yang terbaik  agar ilmu pengetahuan dapat disampaikan dengan baik, sehingga siswa dapat menerimanya dengan baik pula. Cara mengajar  yang memiliki kekhas-an inilah yang disebut model pembelajaran. Menurut Suyatno model pembelajaran  adalah  bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru di kelas (2009: 25-26).
Beberapa model pembelajaran ini diterapkan guru saat mengajarkan sesuatu kepada muridnya dengan tujuan agar pesan dari materi pembelajaran itu sendiri tersampaikan dengan mudah. Model pembelajaran yang sudah ada sejauh ini terbukti bisa sangat membantu pekerjaan para guru dikarenakan para siswa dapat mengerti, tahu, dan paham sebuah pelajaran dengan lebih mudah .
Model pembelajaran merupakan konsep atau pola yang dirancang oleh guru dari awal sampai akhir yang memiliki teknik-tenik dan sintaks yang berbeda-beda satu model dengan model lain. Teknik dan sintaks (langkah/prosedur) yang berbeda inilah yang membedakan model pembelajaran yang satu dengan model pembelajaran yang lain.
 Pengertian Model Pembelajaran dapat diartikan sebagai cara, contoh maupun pola, yang mempunyai tujuan meyajikan pesan kepada siswa yang harus diketahui, dimengerti, dan dipahami yaitu dengan cara membuat suatu pola atau contoh dengan bahan-bahan yang dipilih oleh para pendidik/guru sesuai dengan materi yang diberikan dan kondisi di dalam kelas. Suatu model akan mempunyai ciri-ciri tertentu dilihat dari faktor-faktor yang melengkapinya
Kemampuan guru dalam memilihan model pembelajaran yang tepat menjadi sebuah keharusan untuk mencapai ketercapaian tujuan pembelajaran. Pemilihan model pembelajaran harus dilandasi beberapa pertimbangan. Karena itu dalam memilih model pembelajaran, guru harus memperhatikan keadaan atau kondisi siswa, bahan pelajaran serta sumber-sumber belajar yang ada agar penggunaan model pembelajaran dapat diterapkan secara efektif dan menunjang keberhasilan belajar siswa.
Seorang guru diharapkan memiliki motivasi dan semangat pembaharuan dalam proses pembelajaran yang dijalaninya. Menurut Sardiman A. M. (2004 : 165), guru yang kompeten adalah guru yang mampu mengelola program belajar-mengajar. Mengelola di sini memiliki arti yang luas yang menyangkut bagaimana seorang guru mampu menguasai keterampilan dasar mengajar, seperti membuka dan menutup pelajaran, menjelaskan, menvariasi media, bertanya, memberi penguatan, dan sebagainya, juga bagaimana guru menerapkan strategi, teori belajar dan pembelajaran, dan melaksanakan pembelajaran yang kondusif.
Pendapat serupa dikemukakan oleh Colin Marsh (1996 : 10) yang menyatakan bahwa guru harus memiliki kompetensi mengajar, memotivasi peserta didik, membuat model instruksional, mengelola kelas, berkomunikasi, merencanakan pembelajaran, dan mengevaluasi. Semua kompetensi tersebut mendukung keberhasilan guru dalam mengajar.
Jika membahas tentang beberapa contoh dari model-model pembelajaran itu sendiri, ada beberapa model yang sudah tidak asing lagi dengan kita, namun beberapa diantaranya juga merupakan model baru yang baru diterapkan dalam dunia pendidikan. Beberapa contoh model pembelajaran yang sudah umum diketahui yaitu metode ceramah, diskusi, studi kasus, demonstrasi, dan lain sebagainya. Sedangkan beberapa model pembelajaran yang masih terbilang asing tidak lain adalah Contextual Teaching and Learning (CTL), Cooperative Learning (CL), Problem Based Learning (PBL), Pembelajaran bersiklus (Cycle Learning), Realistic Mathematic Education (RME), Open Ended (OE) yang dalam bahasa Indonesianya juga disebut sebagai metode problem terbuka, dan masih banyak lagi lainnya.
2.3.  Model Pembelajaran Kooperatif dalam Kajian Psikologi Pendidikan
Model pembelajaran kooperatif dikenal dengan pembelajaran berkelompok. Walaupun sebenarnya tidak semua belajar kelompok dikatakan belajar kooperatif, seperti dijelaskan abdulhak (Rusman, 2011: 203) bahwa pembelajaran kooperatif dilaksanakan melalui sharing proses antara peserta belajar, sehingga mewujudkan pemahaman bersama diantara peserta didik itu sendiri.
Muhibbin (1999:35) Juga menjelaskan bahwa seperti dalam proses-proses perkembangan lainnya, proses perkembangan sosial dan moral siswa juga selalu berkaitan dengan proses belajar. Sehingga proses belajar yang lebih mengedepankan asas kerjasama seperti model pembelajaran kooperatif memiliki pengaruh yang bersar terhadap perkembangan sosial dan moral siswa apabila diterapkan dengan serius dan benar.
 Menurut Taniredja, dkk. (2011:55) dari sudut filosofis menjelaskan bahwa model pembelajaran kooperatif merupakan sistem pengajaran yang memberi kesempatan kepada anak didik untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur. Model pembelajaran kooperatif memberikan kebebasan peserta didik untuk bekerja sama menyelesaikan tugas yang diberikan guru pada masing-masing kelompok.
Nurhayati (Rusman, 2011: 203) juga menjelaskan bahwa pembelajaran kooperatif adalah strategi pembelajaran yang melibatkan partisipasi siswa dalam suatu kelompok kecil untuk saling berinteraksi. Siswa dalam model kooperatif bisa bekerjasama dengan anggota lain, sehingga dalam model ini siswa bertanggung jawab yaitu belajar untuk dirinya sendiri dan membantu sesama anggota untuk belajar.
Model pembelajaran koperatif  merupakan pola belajar dalam kelompok. Namun , model koperatif memiliki kekhasan yang membedakan dengan pola belajar kelompok yang biasa. Menurut pendapat lie,A.(2008: 29) bahwa model pembelajaran kooperatif tidak sama dengan sekedar belajar dalam kelompok. Pembelajaran kooperatif  memiliki unsur-unsur dasar yang membedakannya dengan pembagian kelompok yang asal-asalan.
Cooperatif  learning  juga dapat diartikan sebagai suatu struktur tugas bersama dalam suasana kebersamaan di antara sesama anggota kelompok (Solihatin, E., dan Rahardjo, 2007: 4). Sehingga pembelajaran kooperatif memberiakan suasana belajar yang menyenangkan bagi anak dalam mengembangkan potensinya dalam kelompok belajar dengan mementingkan sikap sosial yang penuh kebersamaan.
Model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang hakikatnya mementingkan unsur-unsur kemanusian dalam hubungan sosial dalam mempelajari sesuatu dan menyelesaikan masalah yang dihadapi bersama dalam sebuah kelompok.

2.4.   Model Pembelajaran Kooperatif  dan Pengaruhnya  Terhadap Psikologis Siswa dalam Belajar
       Perkembangan sosial, moral dan psikologis siswa tidak terlepas dari pengaruh interaksi sosial saat siswa berada dalam situasi belajar di sekolah. Muhibbin (1999:35) juga menjelaskan bahwa seperti dalam proses-proses perkembangan lainnya, proses perkembangan sosial dan moral siswa juga selalu berkaitan dengan proses belajar. Begitu juga model pembelajaran tertentu secara tidak langsung mempengaruhi perkembangan sosial, moral dan psikologis siswa, tidak terkecuali dengan model pembelajaran kooperatif.
Menurut Taniredja, dkk. (2011:55) dari menjelaskan bahwa model pembelajaran kooperatif merupakan sistem pengajaran yang memberi kesempatan kepada anak didik untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur. Sedangakan menurut pendapat lie,A.(2008: 29) bahwa model pembelajaran kooperatif tidak sama dengan sekedar belajar dalam kelompok. Pembelajaran kooperatif  memiliki unsur-unsur dasar yang membedakannya dengan pembagian kelompok yang asal-asalan.
Cooperatif  learning  juga dapat diartikan sebagai suatu struktur tugas bersama dalam suasana kebersamaan di antara sesama anggota kelompok (Solihatin, E., dan Rahardjo, 2007: 4). Pembelajaran Koperatif ini mengajarkan proses bekerja sama dan interaksi sosial di dalam kelompok belajar, sehingga siswa dilatih untuk terbiasa untuk berkomunikasi dan berinteraksi dengan teman sebayanya.
Model pembelajaran koperatif lebih mengedepankan prinsip saling bergantungan dan kerja sama. Johnson (2011:75) prinsip saling-bergantungan menuntun pada penciptaan hubungan, bukan isolasi. Sehingga model pembelajaran koperatif mampu menciptakan hubungan yang akrab tanpa memisahkan siswa yang satu dengan yang lain, sehingga akan tumbuh rasa saling membantu dan menghargai dalam proses menguasai materi dalam pembelajaran di kelas.
Model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang hakikatnya mementingkan unsur-unsur kemanusian dalam hubungan sosial dalam mempelajari sesuatu dan menyelesaikan masalah yang dihadapi bersama dalam sebuah kelompok. Dalam pembelajaran kooperatif siswa dapat saling berinteraksi satu sama lain, dan siswa mampu membuat kesepakatan dalam mengambil keputusan secara bersama-sama. Hal itu menjadikan pembelajaran menanamkan pada diri siswa untuk memiliki sikap sosial yang tinggi dan menumbuhkan karakter santun, saling menghormati, gotong-royong, dan belajar berdemokrasi dalam kelompok belajar masing-masing.
Model kooperatif sangat intens mengarahkan siswa untuk mandiri dalam berfikir dalam kelompok dan berinteraksi dalam menyelesaikan masalah dan mempelajarinya. Sehingga secara psikologis, model koperatif ini mampu mengarahkan sikap optimis, percaya diri, dan mengajarkan kepada anak untuk berkomunikasi secara santun ketika menyatukan perbedaan pendapat dengan siswa lain di anggota kelompok belajarnya.
Model kooperatif menumbuhkan sikap demokratis, gotong royong, dan toleran. Sehingga siswa lebih berkembang keberaniannya untuk hidup dalam lingkungan sosial dan menumbuhkan sikap dan prilaku sosial yang baik. Sikap demokratis ini akan tumbuh ketika siswa harus memusyawarahkan hasil berfikir masing-masing untuk disatukan dalam satu kesimpulan dan mufakat bersama. Meraka akan meraskan suasana yang demokratis dan saling mengahrgai satu sama lain, ketika dalam kelompoknya harus dituntut untuk gotong royong dan saling mengerti satu sama lain, dalam hal pembagian tugas misalnya.
Tom V. Savage (Rusman, 2011:203) megemukakan bahwa cooperatif learning adalah suatu pendekatan yang menekankan kerjasama dalam kelompok. Ketika suatu pembelajaran menekankan kerjasama dalam kelompok ini dilaksanakan maka kemampuan siswa akan merata, dan memiliki rasa kebersamaan yang baik, dan memberikan dampak positif bagi anggota tiap kelompok terutama dalam hubungan mereka yang lebih akrab dan toleran.    Johnson (2011: 73) menjelaskan bahwa dengan bekerja sama, para siswa terbantu dalam menemukan persoalan, merancang rencana, dan mencari pemecahan masalah. Bekerja sama akan membantu mereka mengetahui bahwa saling mendengarkan akan menuntun pada keberhasilan.
Model kooperatif juga memiliki tujuan untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa dalam berinteraksi dan berkomunikasi yang baik, seperti berbagi tugas, aktif  bertanya, menghargai pendapat orang lain, memancing teman untuk bertanya, mau menjelaskan ide atau pendapat, dan bekerja dalam kelompok. Sehingga pada akhirnya pembelajaran kooperatif membentuk siswa untuk lebih baik dalam prestasi akademis dan  mengemabangkan keterampilan sosial diri siswa dalam kehidupan bermasyarakat, dan secara tidak langsung mengembangankan kecerdasan emosional siswa dalam berinteraksi dengan kawan belajarnya. Taniredja dkk. (2011:60) menjelaskan bahwa tujuan penting dari pembelajaran kooperatif ialah untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa.
Di dalam kelas kooperatif siswa belajar bersama dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 4-6 orang siswa yang sederajat tetapi heterogen, kemampuan, jenis kelamin, suku/ras, dan satu sama lain membantu (Trianto, 2011: 56). Hal itu, menunjukan bahwa model pembelajaran kooperatif merupakan pendekatan belajar yang memadukan beberapa faktor yang mempengaruhi belajar siswa baik faktor internal siswa (meningkatkan optimalisasai potensi dan kondisi fisik, intelegensi, sikap, minat, bakat, dan motivasi siswa), faktor eksternal siswa (mengutamakan pada kerja sama dan interaksi sosial dalam belajar), faktor pendekatan belajar (strategi belajar efektif dengan memecahkan masalah secara bersama).
Model pembelajaran kooperatif juga mengajarkan siswa untuk tidak indivudualis dalam kehidupan bermasyarakat. Siswa akan lebih memiliki sikap sosial yang tinggi ketika harus membantu teman yang lain untuk menguasai materi dan memecahkan tugas secara bersama. Sehingga secara psikologis beban siswa dalam memecahkan tugas semakin berkurang dan memudahkan siswa memahami materi secara bersama-sama. Hal tersebut menjadikan pembelajaran kooperatif menjadi faktor yang menunjang keefektifan siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran.
Proses demokrasi dan peran aktif merupakan ciri yang khas dari pembelajaran kooperatif (Trianto, 2011: 56). Hal itu menunjukan bahwa pembelajarn kooperatif tidak hanya memberikan peran aktif kepada siswa dalam pembelajaran, tetapi juga memberikan pembelajaran tentang proses demokrasi dalam kehidupan sosial. Dari proses demokrasi tersebut pengalaman berkomunikasi siswa berkembang karena proses negosiasi terjadi secarara intens dan berkesinambungan, sehingga berdampak juga pada perkembangan sikap dan psikologis berkomunikasi siswa.
Selama dalam pembelajaran siswa tetap belajar kelompok selama beberapa pertemuan. Mereka diajarkan keterampilan khusus agar bekerja sama dengan baik di dalam kelompoknya, seperti menjadi pendengar aktif, memberikan penjelasan kepada kelompoknya dengan baik, berdiskusi, dan sebagainya. Tugas anggota kelompok adalah memuntaskan materi yang diberikan guru dan membantu teman sekelompoknya dalam memahami materi.
Belajar belum tuntas  jika salah satu anggota kelompok ada yang belum menguasai materi pelajaran. Sehingga dalam model pembelajaran kooperatif ini sikap saling tenggang rasa, toleran, dan saling membantu semakin tumbuh dan berkembang sebagai potensi sosial yang sangat berharga dalam pembentukan karakter dan moral siswa. Siswa pun akan semakin mampu mengendalikan diri sehingga kecerdasan emosi semakin terlatih dengan baik. Hal itulah yang menjadikan model pembelajaran kooperatif mampu menjadikan peserta didik bisa saling membantu teman sekelompoknya untuk mengasai materi yang belum dikuasai, sehingga ketuntasan pembelajaran juga bisa tercapai.
Perkembangan psikolososial atau disebut juga perkembangan sosial siswa akan berkembang dengan adanya pembelajaran yang berbasis kelompok belajar.  Perkembangan psikososial menurut Muhibbin (1999:35) adalah proses perkembangan kepribadian siswa selaku anggota masyarakat dalam berhubungan dengan orang lain. Sehingga dengan model kooperatif ini di harapkan kepribadian siswa  akan tumbuh sesuai kebutuhannya nanti, ketika berinteraksi langsung di lingkungan masyarakatnya. Muhibbin (1999:35) juga menjelaskan bahwa seperti dalam proses-proses perkembangan lainnya, proses perkembangan sosial dan moral siswa juga selalu berkaitan dengan proses belajar. Sehingga




  
BAB III
SIMPULAN DAN SARAN
3.1   Simpulan
1.      Pendidikan berkarakter moral adalah kunci untuk perbaikan sosial dan kemajuan peradaban bangsa yang menjunjung tinggi integritas nilai dan kemanusiaan.
2.      Model pembelajaran Kooperatif adalah model pembelajaran yang lebih mengutamakan kerja sama dalam sebuah kelompok sehingga mampu mempengaruhi peningkatan kemampuan siswa dalam menguasai dan memahami materi pembelajaran.
3.      Model pembelajaran kooperatif mampu menjadikan peserta didik bisa saling membantu teman sekelompoknya untuk mengasai materi yang belum dikuasai, sehingga ketuntasan pembelajaran juga bisa tercapai.
4.      Model pembelajaran kooperatif adalah wujud nyata dari pendidikan karakter di kelas, karena memberikan banyak pengalaman belajar yang mementingkan hubungan kerja sama antar siswa dalam kelompok, mengajarkan kepada siswa arti dari perbedaan, kekompakan, toleran, praktik demokrasi, dan saling membantu.
5.      Model pembelajaran kooperatif mengajarkan siswa untuk tidak indivudualis dalam kehidupan bermasyarakat. Siswa akan lebih memiliki sikap sosial yang tinggi ketika harus membantu teman yang lain untuk menguasai materi dan memecahkan tugas secara bersama
6.      Dalam model pembelajaran kooperatif,  sikap saling tenggang rasa, toleran, dan saling membantu siswa semakin tumbuh dan berkembang sebagai potensi sosial yang sangat berharga dalam pembentukan karakter dan moral siswa. Siswa pun akan semakin mampu mengendalikan diri sehingga kecerdasan emosi semakin terlatih dengan baik, sehingga membantu perkembangan psikologis pada anak secara optimal.
7.      Perkembangan psikolososial siswa atau disebut juga perkembangan sosial  akan berkembang dengan adanya pembelajaran yang berbasis kelompok belajar seperti pembelajaran pada model kooperatif.
3.2  Saran
1.      Model pembelajaran kooperatif adalah pola belajar yang mampu mendukung tumbuh kembangnya potensi sosial anak, sehingga model kooperatif ini layak diterapkan di dalam kelas.
2.      Sebagai tenaga pengajar, guru harus lebih mendalami model-model pembelajaran yang memicu kecerdasan emosional anak, seperti model pembelajaran kooperatif, sehingga guru memiliki andil dalam membentuk kepribadian dan karakter siswa.
3.      Perlunya penelitian dan kajian lagi tentang model pembelajaran dari sisi kajian psikologi, agar guru semakin memiliki wawasan yang dalam dari metode pembelajarn serta manfaat yang bisa diambil dari metode tersebut.



 




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Menghindari Doktrinasi Terorisme