Sabtu, 05 Januari 2019

Satir Negeri Bawang Merah



Negeri Bawang Merah





Seperti abu-abu, seperti kelabu, seperti gelap dan mendung. Dan berharap setelah itu terlahir sebuah cahaya. Sosok penerang dalam gelap malam di negeri yang tandus dan kekeringan.
Bertahun-tahun negeri bawang merah, menguasai dunia. Dengan kekuatan ekonomi dari pertaniannya, negeri bawang merah mampu menundukan negara-negara lain yang ada di benua Jingga. Berdirilah bawang merah raya, sebuah negara persatuan agraris yang berdiri semenjak krisis ekonomi global bertahun-tahun melemahkan negara-negara adikuasa sebelumnya.
Tahun 3030 adalah tahun diproklamirkan negara baru di benua jingga, benua tempat perdagangan bebas terbuka bagi segala bangsa di dunia. Di tahun itu pula, para petani merasa merdeka jiwanya, para petani dengan cangkul dan sapi-sapi bajak yang gemuk-gemuk  bekerja setiap pagi dengan harapan yang cerah untuk kehidupan keluarganya, keluarga yang seluruhnya berprofesi sebagai petani unggulan yang menopang cadangan pangan untuk negaranya, bahkan diekspor ke negara –negara lain di dunia.
Dulunya, negeri ini sangatlah tandus. Tak pernah turun hujan, sawah pun tidak bisa menghasilkan apa-apa. Pertanian lumpuh, banyak orang yang mati dan sakit-sakitan karena kelaparan. Dalam kisahnya, ada sepasang suami istri yang tinggal disebuah desa di utara Pulau Losa, salah satu pulau yang nantinya menjadi pusat ekonomi dari Negara persatuan agraris Bawang Merah Raya.
·         Pak Rukun: “Hidup kita penuh dengan pertempuran, tidak bisa nanam padi, tidak bisa memasak lagi nasi, panen tahun ini sepertinya gagal lagi, semua kering semuanya kering...tahun ini kita bertempur lagi dengan kemiskinan.. dengan kelaparan...,karena tahun ini kita gagal panen lagi bu..!”
·         Ibu Ayem: “Sabar toh pa sabar..”
·         Pak Rukun: “ Musim lalu, musim sekarang, ibu lihat. Padi kita selalu kurang air. Selalu saja langit tidak mau mengalirkan airnya ke sawah-sawah kita. Lalu sawah kita tidak menghasilkan apa-apa, tahun-tahun yang lalu juga sama dengan tahun sekarang. Sawah kering, tanah pecah, tapi Pemilik langit masih juga menguji kesabaran kita.”


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Menghindari Doktrinasi Terorisme